Rabu, Desember 10, 2008

Belum Dewasa

Semakin tinggi suatu pohon semakin kencang pula angin yang menerpanya. Mungkin kondisi seperti inilah yang tengah kami alami. Dulu sewaktu wajihah ini baru terbentuk dan hanya beranggotakan 8 orang saja, wajihah ini dapat membuat kita bersatu, saling membantu, saling mendukung, selalu ada pengorbanan tanpa berharap pamrih dan tidak pernah muncul ”penyakit pergerakan”. Tapi sekarang, hampir setiap minggu para aktivis ini terjangkit virus hati. Ada yang marah, merajuk (ngambek), pengen ke luar dari organisasi etc. Padahal merekalah ujung tombak dari pergerakan ini. Merekalah yang akan diikuti, diteladani oleh calon aktivis yang notabene haus akan keteladanan.

Jika aku coba inget kembali, kesimpulan sementara yang bisa aku dapat adalah “belum dewasanya mereka dalam menanggapi masalah”. Semua berasal dari masalah sepele, salah paham, miscommunication, su’udzon , serta cepat mengambil kesimpulan. Berita, informasi, opini yang diterima tidak mau diklarifikasi ulang (tabayun), langsung saja ditelan bulat-bulat. Jika semua rangkaian cerita kehidupan ini kita landaskan pada apa yang kita lihat saja, dunia akan terlihat sangat sempit dan tindakan-tindakan kita bakal terbatas hanya pada kesimpulan yang prematur tersebut. Tindakan kita merupakan cermin bagaimana kita memandang dunia ini. Harun Yahya pernah mengatakan, semua yang kita lihat atau semua yang kita tangkap melalui indra kita adalah sebuah hasil dari sinyal-sinyal elektron. Maksudnya, apa yang kita makan, bau yang kita cium, bunyi yang kita dengar, belum tentu nyata. Karena apa yang ditangkap oleh indra kita hanyalah sinyal-sinyal.

Materi yang aku dapatkan beberapa minggu yang lalu dalam liqoat adalah tentang manhaj tabayun. dalam materi itu membahas sikap yang harus ada pada setiap kader. salah satunya adalah menjauhi su’udzon dan memasyarakatkan khusnudzon di kalangan ikhwah . Allah berfirman ”Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ...” (QS. An-Nur: 12). K.H Abdullah Gymnastiar juga pernah menyampaikan carilah 1001 alasan untuk tidak berburuk sangka pada orang lain. Karena kita tidak tahu apa-apa yang sedang di alami oleh orang lain.


Dalam buku Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah yang ditulis oleh Fathi Yakan berisi bahwa konflik internal termasuk penyakit paling gawat, dan faktor penyebab kelemahan serta ’alat perusak’ yang dapat menghancurkan setiap pergerakan. Masih isi dalam bukunya, sebab-sebab munculnya konflik internal :
- Lemahnya pimpinan dalam mengendalikan barisan dan mengatur berbagai urusan.
- Adanya tangan-tangan tersembunyi dan kekuatan eksternal yang sengaja mengobarkan fitnah
- Perbedaan watak dan kecenderungan antar anggota yang disebabkan oleh ketidak singkronan antara tarbiyah dan lingkungan
- Persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau posisi struktural maupun politis
- Tidak adanya komitmen pada kebijakan, kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip pergerakan, ketidaktaatan, pada keputusan jajaran pimpinan, dan munculnya sikap-sikap infiradi (mengabaikan sistem syuro’)
- Kosongnya aktifitas dan mandulnya produktivitas, padahal keduanya seharusnya menjadi kesibukan satu-satunya para aktivis dakwah dan pengurus tenaga mereka.
Jadi ingat dengan satu ungkapan “Anggota tubuh kita ini aktif dan sibuk, jika dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang besar maka dia (baca:tubuh) akan sibuk dengan hal-hal yang kecil”.


Meminjam satu asumsi dari teori Roger manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri. Misalnya dalam hal sifat dan emosi. Mereka semua unik, tidak ada yang sama sifat serta emosinya. Ada yang reaktif, ada yang menggampangkan urusan, ada yang suka mendam perasaan, tapi ada juga yang suka blak-blakan Itulah sekarang yang berusaha aku pelajari. Memperhatikan sifat, kebiasaan, hal yang disukai dan tidak disukai oleh mereka. Lalu mencoba memahami karakteristik mereka. Memang aku lebih banyak gagalnya dalam mengimplementasikan apa yang ingin aku lakukan. Tapi, aku tidak pernah mau putus mencoba. Bertanya dengan yang sudah berpengalaman, ya tu yang saat ini bisa aku lakukan. Aku tahu Allah akan menilai proses yang aku jalani bukan hasil yang aku raih. Wallahu a’lam bisshawab.